Pages

Wednesday, 4 February 2015

Dampak Pencemaran Asap Rokok Terhadap Lingkungan


A.   Sejarah Rokok
Warga asli benua Amerika (Maya, Aztec dan Indian) mengisap tembakau pipa atau mengunyah tembakau sejak 1000 sebelum masehi. Kru Columbus membawanya ke “peradaban” di Inggris dan perdagangan tembakau dimulai sejak tahun 1500-an, terutama tembakau Virginia dan masih eksis hingga detik ini.

Manusia di dunia yang merokok untuk pertama kalinya adalah suku bangsa Indian di Amerika, untuk keperluan ritual seperti memuja dewa atau roh. Pada abad 16, Ketika bangsa Eropa menemukan benua Amerika, sebagian dari para penjelajah Eropa itu ikut mencoba-coba menghisap rokok dan kemudian membawa tembakau ke Eropa. Kemudian kebiasaan merokok mulai muncul di kalangan bangsawan Eropa. Tapi berbeda dengan bangsa Indian yang merokok untuk keperluan ritual, di Eropa orang merokok hanya untuk kesenangan semata-mata. Abad 17 para pedagang Spanyol masuk ke Turki dan saat itu kebiasaan merokok mulai masuk negara-negara Islam.


B.   Pengertian Rokok
Rokok adalah benda beracun yang memberi efek santai dan sugesti merasa lebih jantan. Di balik kegunaan atau manfaat rokok yang secuil itu terkandung bahaya yang sangat besar bagi orang yang merokok maupun orang di sekitar perokok yang bukan perokok. Asap rokok yang baru mati di asbak mengandung tiga kali lipat bahan pemicu kanker di udara dan 50 kali mengandung bahan pengiritasi mata dan pernapasan. Semakin pendek rokok semakin tinggi kadar racun yang siap melayang ke udara. Suatu tempat yang dipenuhi polusi asap rokok adalah tempat yang lebih berbahaya daripada polusi di jalanan raya yang macet. Seseorang yang mencoba merokok biasanya akan ketagihan karena rokok bersifat candu yang sulit dilepaskan dalam kondisi apapun. Seorang perokok berat akan memilih merokok daripada makan jika uang yang dimilikinya terbatas.
C.   Zat – zat yang Terkandung di dalam Rokok
Setiap rokok/cerutu mengandung lebih dari 4.000 jenis bahan kimia, dimana 400 dari bahan-bahan tersebut dapat meracuni dan 40 dari bahan tersebut dapat menyebabkan kanker. Ada beberapa contoh zat berbahaya didalam rokok yang perlu di ketahui  :
1.    Nikotin
Nikotin adalah zat alkaloid yang ada secara natural di tanaman tembakau dan merupakan konstituen asap tembakau. Nikotin juga didapati pada tanaman-tanaman lain dari famili biologis Solanacea seperti tomat, kentang, terong dan merica hijau pada level yang sangat kecil dibanding pada tembakau. Zat alkaloid telah diketahui memiliki sifat farmakologi, seperti efek stimulan dari kafein yang meningkatkan tekanan darah dan detakjantung . Penambahan konsentrasi dan pengurangan stres adalah efek paling umum dari merokok yang dilaporkan banyak perokok. Efek dari nikotin itulah yang dipercayai sebagai penyebab kecanduan rokok yang mempengaruhi sistem pusat saraf.
Nikotin yang terkandung di dalam asap rokok antara 0.5 – 3 ng, dan semuanya diserap, sehingga di dalam cairan darah atau plasma antara 40 – 50 ng/ml.Efek nikotin menyebabkan perangsangan terhadap hormon kathekolamin (adrenalin) yang bersifat memacu jantung dan tekanan darah. Jantung tidak diberikan kesempatan istirahat dan tekanan darah akan semakin meninggi, berakibat timbulnya hipertensi.
Efek lain merangsang berkelompoknya trombosit (sel pembekuan darah), trombosit akan menggumpal dan akhirnya akan menyumbat pembuluh darah yang sudah sempit akibat asap yang mengandung CO yang berasal dari rokok.
2.    Karbon Monoksida
Gas berbahaya pada asap rokok ini seperti yang ditemukan pada asap pembuangan mobil. Karbon monoksida menggantikan sekitar 15% jumlah Oksigen yang biasanya dibawa oleh sel darah merah sehingga jantung siperokok menjadi berkurang suplay oksigennya. Hal ini sangat berbahaya bagi oerang yang menderita sakit jantung dan paru-paru karena akan mengalami sesak napas/napas pendek dan menurunkan stamina. Karbon monoksida juga merusak lapisan pembuluh darah dan menaikan kadar lemak pada dinding pembuluh darah yang dapat menyebabkan penyumbatan.
3.    Tar
Tar digunakan untuk melapisi jalan/aspal, pada rokok/cerutu tar-partikel menyebabkan tumbuhnya sel kanker. Sebagian lagi berupa penumpukan zat kapur, nitrosmine dan B-naphthylamine, cadmium dan nikel.
4.    DDT
DDT juga terdapat didalam rokok, DDT adalah pestisida untuk membunuh nyamuk dan semut .
5.    Arsenik
Arsenik adalah racun pembunuh semut putih dan banyak digunakan pembunuh terkenal.
6.    Cadmium
Bahan kimia ini terdapat pada baterai.

7.    Formaldehyde
Bahan kimia ini biasanya dikenal untuk membalsam mayat.
8.    Hydrogen Cyanide
      Hydrogen Cyanidem adalah racun yang digunakan untuk hukuman mati pada kamar gas.
9.    Naphthalene
Zat ini merupakan zat mematikan yang terdapat juga pada kapur barus.
10. Polonium-210
Polonium-210 adalah zat radioaktif.
11. Vinyl chloride
Zat ini merupakan  zat kimia yang digunakan untuk membuat plastic.

Rokok dan Reaksi Kimia (Pembakaran)

Proses pembakaran rokok tidaklah berbeda dengan proses pembakaran bahan-bahan padat lainnya. Rokok yang terbuat dari daun tembakau kering, kertas dan zat perasa, dapat dibentuk dari unsur Carbon (C), Hidrogen (H), Oksigen (O), Nitrogen (N) dan Sulfur (S) serta unsur-unsur lain yang berjumlah kecil. Rokok secara keseluruhan dapat diformulasikan secara kimia yaitu sebagai (CvHwOtNySzSi).

Dua reaksi yang mungkin terjadi dalam proses merokok

a)        Reaksi rokok dengan oksigen membentuk senyawa-senyawa seperti CO2, H2O, NOx, SOx, dan CO. Reaksi ini disebut reaksi pembakaran yang terjadi pada temperatur tinggi yaitu diatas 800oC. Reaksi ini terjadi pada bagian ujung atau permukaan rokok yang kontak dengan udara.
reaksi pembakaran
CvHwOtNySzSi + O2 -> CO2+ NOx+ H2O + SOx + SiO2 (abu) ((pada suhu 800oC))
b)        Reaksi pemecahan struktur kimia rokok menjadi senyawa kimia lainnya. Reaksi ini terjadi akibat pemanasan dan ketiadaan oksigen. Reaksi ini lebih dikenal dengan pirolisa. Pirolisa berlangsung pada temperatur yang lebih rendah dari 800oC. Sehingga rentang terjadinya pirolisa pada bagian dalam rokok berada pada area temperatur 400-800oC. Ciri khas reaksi ini adalah menghasilkan ribuan senyawa kimia yang strukturnya komplek.
reaksi pirolisa
CvHwOtNySzSi -> 3000-an senyawa kimia lainnya + panas produk ((400-800oC))
Walaupun reaksi pirolisa tidak dominan dalam proses merokok, tetapi banyak senyawa yang dihasilkan tergolong pada senyawa kimia yang beracun yang mempunyai kemampuan berdifusi dalam darah. Proses difusi akan berlangsung terus selagi terdapat perbedaan konsentrasi. Tidak perlu disangkal lagi bahwa titik bahaya merokok ada pada pirolisa rokok. Sebenarnya produk pirolisa ini bisa terbakar bila produk melewati temperatur yang tinggi dan cukup akan Oksigen. Hal ini tidak terjadi dalam proses merokok karena proses hirup dan gas produk pada area temperatur 400-800oC langsung mengalir kearah mulut yang bertemperatur sekitar 37oC.
Proses Penguapan Uap Air dan Nikotin.
Selain reaksi kimia, juga terjadi proses penguapan uap air dan nikotin yang berlangsung pada temperatur antara 100-400oC. Nikotin yang menguap pada daerah temperatur di atas tidak dapat kesempatan untuk melalui temperatur tinggi dan tidak melalui proses pembakaran. Terkondensasinya uap nikotin dalam gas tergantung pada temperatur, konsentrasi uap nikotin dalam gas dan geometri saluran yang dilewati gas.
Pada temperatur dibawah 100oC nikotin sudah mengkondensasi, jadi sebenarnya sebelum gas memasuki mulut, kondensasi nikotin telah terjadi. Berdasarkan keseimbangan, tidak semua nikotin dalam gas terkondensasi sebelum memasuki mulut sehingga nantinya gas yang masuk dalam paru-paru masih mengandung nikotin. Sesampai di paru-paru, nikotin akan mengalami keseimbangan baru, dan akan terjadi kondensasi lagi.
Jadi, ditinjau secara proses pembakaran, proses merokok tidak ada bedanya dengan proses pembakaran kayu di dapur, proses pembakaran minyak tanah di kompor, proses pembakakaran batubara di industri semen, proses pembakaran gas alam di industri pemanas baja dan segala proses pembakaran yang melibatkan bahan bakar dan oksigen. Sangat ironis memang bahwa manusia sangat memperhatikan keseimbangan alam akibat proses pembakaran bahan bakar oleh industri yang mengeluarkan polusi, tetapi dilain pihak orang-orang dengan sengaja mengalirkan gas produksi pembakaran rokok ke paru- paru mereka.
E.   Bahaya Asap Rokok
v  Bagi Perokok Aktif
1.    Keriput dini
Terikatnya karbonmonoksida dalam darah dan bukannya oksigen, menyebabkan kekurangan oksigen di berbagai tempat, terutama di kulit. Dengan kata lain, rokok mengurangi aliran oksigen dan zat gizi yang dibutuhkan sel kulit akibat menyempitnya arus pembuluh darah di sekitar wajah. Rokok juga menurunkan kadar air dalam lapisan kulit luar, sehingga terjadi penuaan estrogen yang menyebabkan kulit kering dan keriput. Pada perokok juga ditemukan serabut elatin sampai ke jaringan halus pada kulit yang membuat kulit menjadi kendur dan keriput.

2.    Napas tidak sedap
Warna kuning atau gelap, bahkan cenderung kehitaman biasa kita temui pada perokok berat. Ini karena tar yang ikut masuk saat rokok diisap menempel pada gigi, sehingga gigi menjadi kuning dam lama-lama berubah kecoklatan, bahkan kehitam-hitaman. Selain menodai gigi, partikel rokok juga dapat memerangkap bakteri penghasil bau mulut. Akibatnya, bau mulut tidak hilang-hilang.
3.    Bibir hitam
Bibir merah dan segar biasanya tidak akan kita temui pada perokok aktif. Jangan harap Anda, para perokok, akan kelihatan seksi dan segar, apalagi sensual. Rokok dapat mengubah bibir yang tadinya merah dan segar, menjadi ungu kehitam-hitaman. Ini akibat suhu yang cukup tinggi pada rokok. Saat diisap, rokok akan mengubah warna, sehingga kian lama bibir terlihat hitam.

4.    Osteoporosis
Menurut Dr. Samuel Oetoro, MD, spesialis gizi dari Klinik Nutrifit, Jakarta, rokok menyebabkan pengeluaran kalsium dalam tubuh berlangsung cepat dan cukup banyak. Karena itu, rokok terkait dengan pengeroposan tulang. Tidak heran, sebuah penelitian mengungkap, pada 4.000 kasus patahnya tulang pinggul pada wanita lanjut usia, 1 dari 8 kasus disebabkan oleh hilangnya massa tulang.

5.    Mempercepat penuruan daya ingat
Perokok beresiko lima kali lipat lebih cepat kehilangan daya ingat di masa tuanya dibandingkan dengan orang yang tidak merokok. Itulah hasil penelitian Dr. Lenore Launer dari Institute Nasional Mengenai Kesehatan Mental dari Maryland, AS. Para peneliti mengukur fungsi kognitif peserta penelitian dengan menggunakan Mini-Mental State Examination (MMSE). Terbukti, mereka yang tidak pernah merokok, skor MMSE-nya mengalami penurunan 3 poin tiap tahun. Untuk perokok, skor MMSE turun hingga 16 poin per tahun. Perubahan kecil pengukuran skor MMSE akan mengakibatkan perbedaan fungsi mental tahun demi tahun. Perokok akan lebih cepat menurun kemampuan daya ingatnya ketimbang yang tidak merokok.

6.    Membahayakan wanita hamil
Wanita hamil yang perokok beresiko cukup tinggi menimbulkan berbagai hal merugikan, baik bagi bayi maupun dirinya. Anak yang dikandung cenderung akan mengalami penurunan berat badan, kadang bayi lahir di bawah berat badan normal, bayi lahir prematur. Kadar Cu dan asam askorhat (vitamin C) pada plasma darah yang penting untuk membentuk kolagen menurun akibat bahan-bahan yang terkandung dalam rokok. Akibatnya, rahim dan jaringan ikat serviks akan hilang ketahanannya terhadap infeksi.
Intinya, rokok menurunkan kekebalan tubuh sehingga meningkatkan risiko infeksi dalam rahim serta kontraksi otot rahim. Inilah kenapa bisa terjadi abortus prematur, terhambatnya pertumbuhan janin, keguguran atau kematian mendadak janin, bahkan terganggunya perkembangan kesehatan fisik dan intelektual anak.

7.    IQ anak rendah.
Dengan sendirinya, bila ibu hamil merokok, si janin juga akan mengisap racun-racun yang terdapat dalam rokok. Semua zat gizi yang seharusnya diasup si bayi akan tersingkirkan oleh asap rokok. Akibatnya janin akan kekurangan gizi.Tentu keadaan ini akan memberi efek domino bagi si bayi. Selain pertumbuhan fisiknya terhambat, kecerdasannya juga akan lambat tumbuhnya. Meningkatnya kebutuhan zat besi akibat memenuhi keperluan pembentukan sel-sel darah yang banyak rusak, menyebabkan berkurangnya persediaan zat gizi lain seperti vitamin B12, C, asam folat, seng dan asam amino. Zat-zat ini sangat dibutuhkan untuk proses tumbuh kembang sel otak janin. Akibatnya, IQ anak akan rendah.
8.    Tuberkulosis paru (TBC)
Dr. Tjandra Yoga Aditama, Sp.P(K). DTM&H, MARS, dari Departemen Pulmonologi & Kedokteran Respirasi FKUI/RS Persahabatan, menyebutkan bahwa merokok juga terkait dengan kejadian TBC.Di AS, para perokok yang telah merokok 20 tahun atau lebih ternyata 2,6 kali lebih sering menderita TBC daripada yang tidak merokok. Kebiasaan merokok meningkatkan mortalitas akibat TBC sebesar 2,8 kali. Angka ini cukup tinggi bila dibandingkan dengan rasio mortalitas pada penyakit jantung iskemik (1,6 kali) dan penyakit serebrovaskular (1,5 kali), walaupun memang jaug lebih ranadh dari rasio mortalitas akibat kanker paru, yang 15 kali lebih sering pada perokok dibandingkan bukan perokok. Kaitan ini bisa dijelaskan sebagai berikut. Dengan racun yang dibawanya, rokok merusak mekanisme pertahanan paru-paru. Bulu getar dan alat lain dalam paru-paru yang berfungsi menahan infeksi rusak akibat asap rokok. Asap rokok meningkatkan tahanan pelan napas (airway resistance). Akibatnya, pembuluh darah di paru mudah bocor. Juga merusak sel pemakan bakteri pengganggu dan menurunkan respons terhadap antigen, sehingga bila benda asing masuk ke dalam paru-paru, tidak ada pendeteksinya.

9.    Kanker
Penelitian WHO ini mengisyaratkan bahwa kanker paru merupakan penyebab kematian terbesar di dunia dan bertanggung jawab atas 18,7 %kematian akibat kanker. Sekitar 80 persen insiden kanker paru terkait dengan persoalan merokok. Menurut Dr. Elisna Syahruddin, Sp.P, Ph.D, di RS Persahabatan, Jakarta Timur, banyak orang tidak tahu bahwa efek negatif rokok tak hanya dari nikotin. Dimulai dari asap yang membuat iritasi di saluran napas yang dapat mengakibatkan gangguan pada mekanisme pertahanan paru sampai efek negatif lebih dari 45 bahan yang bersifat karsinogen (pemicu kanker). Prof. DR. Dr. Dede Kusmana, Sp.Jp, FACC, menyebutkan bahwa asap rokok merusak dinding pembuluh darah. Nikotin asap rokok akan merangsang hormon adrenalin. Akbatnya, metabolisme lemak akan berubah dan menyebabkan kadar HDL atau kolesterol baik menurun.
Adrenalin juga akan menyebabkan perangsangan kerja jantung dan menyempitkan pembuluh darah (spasme). Di samping itu, adrenalin menyebabkan terjadinya pengelompokan trombosit, sehingga proses penyempitan akan terjadi, entah di pembuluh darah arteri otak atau jantung, yang menyebabkan terjadinya penyakit jantung koroner. Intinya, orang yang merokok lebih dari 20 batang rokok perhari memiliki resiko enam kali lipat terkena infark miokard dibandingkan dengan perokok pasif. Berikut penyakit kanker yang disebabkan oleh rokok :
§  Kanker pundi kencing
§  Kanker perut
§  Kanker usus dan rahim
§  Kanker mulut
§  Kanker Esofagus
§  Kanker tekak
§  Kanker pankrias
§  Kanker payudara
Selain penyakit yang disebutkan diatas berikut macam-macam penyakit yang disebabkan oleh rokok :
- Penyakit saluran pernafasan kronik
- Stroke
- Penyakit jantung,
- Kemandulan
- Putus haid awal
- Melahirkan bayi yang cacat
- Keguguran bayi
- Penyakit ulser peptik
- Emfisima
- Otot lemah
- Penyakit gusi
- Kerusakan mata

v  Bagi Perokok Pasif
Di bawah ini merupakan bahaya asap rokok bagi perokok pasif :
- Meningkatkan risiko kanker paru-paru dan penyakit jantung
- Masalah pernafasan termasuk radang paru-paru dan bronkitis
- Sakit atau pedih mata
- Bersin dan batuk-batuk
- Sakit kerongkong
- Sakit kepala

Selain itu  bahaya asap rokok terhadap ibu hamil dan janin yang dikandungnya:
- Keguguran janin
- Pembesaran janin tergencat - 30% lebih tinggi
- Kematian janin dalam kandungan
- Pendarahan dari uri (abruption placenta)
- Berat badan berkurang - 20 hingga 30%

Bahaya asap rokok terhadap bayi :
- Masalah dan penyakit pernafasan
- Mengganggu terhadap perkembangan kecerdasan
- Jangkitan telinga
- Leukeamia
- Cepat lelah
- Sindrom kematian secara mendadak.

F.    Cara Menanggulangi Pencemaran Asap Rokok   di dalam Lingkungan Umum
Berikut cara menanggulangi Pencemaran Asap Rokok  di dalam Lingkungan Umum: 
1. Membuat dan mensosialisasikan UU tentang larangan merokok di tempat umum
2.  Membuat harga rokok semakin mahal. Harga rokok yang mahal akan sangat 
memberatkan Para perrokok sehingga semakin sedikit  perokok Di lihat dari hal tersebut maka pencemaran rokok dapat semakin berkurang bagi lingkungan sekitar.
3. Memperbanyak smoking area
4. Memberi sanksi bagi perokok yang melanggar UU tentang merokok di tempat umum.



Tuesday, 3 February 2015

Penanganan Dan Pengolahan Limbah Rumah Sakit

Kegiatan rumah sakit menghasilkan berbagai macam limbah yang berupa benda cair, padat dan gas.Pengelolaan limbah rumah sakit adalah bagian dari kegiatan penyehatan lingkungan di rumah sakit yang bertujuan untuk melindungi masyarakat dari bahaya pencemaran lingkungan yang bersumber dari limbah rumah sakit.
Sebagaimana termaktub dalam Undang-undang No. 9 tahun 1990 tentang Pokok-pokok Kesehatan, bahwa setiap warga berhak memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.
Ketentuan tersebut menjadi dasar bagi pemerintah untuk menyelenggarakan kegiatan yang berupa pencegahan dan pemberantasan penyakit, pencegahan dan penanggulangan pencemaran, pemulihan kesehatan, penerangan dan pendidikan kesehatan kepada masyarakat (Siregar, 2001).
Upaya perbaikan kesehatan masyarakat dapat dilakukan melalui berbagai macam cara, yaitu pencegahan dan pemberantasan penyakit menular, penyehatan lingkungan, perbaikan gizi, penyediaan air bersih, penyuluhan kesehatan serta pelayanan kesehatan ibu dan anak. Selain itu, perlindungan terhadap bahaya pencemaran lingkungan juga perlu diberi perhatian khusus (Said dan Ineza, 2002).
Rumah sakit merupakan sarana upaya perbaikan kesehatan yang melaksanakan pelayanan kesehatan dan dapat dimanfaatkan pula sebagai lembaga pendidikan tenaga kesehatan dan penelitian. Pelayanan kesehatan yang dilakukan rumah sakit berupa kegiatan penyembuhan penderita dan pemulihan keadaan cacat badan serta jiwa (Said dan Ineza, 2002).
Kegiatan rumah sakit menghasilkan berbagai macam limbah yang berupa benda cair, padat dan gas. Pengelolaan limbah rumah sakit adalah bagian dari kegiatan penyehatan lingkungan di rumah sakit yang bertujuan untuk melindungi masyarakat dari bahaya pencemaran lingkungan yang bersumber dari limbah rumah sakit. Unsur-unsur yang terkait dengan penyelenggaraan kegiatan pelayanan rumah sakit (termasuk pengelolaan limbahnya), yaitu (Giyatmi. 2003) :
  • Pemrakarsa atau penanggung jawab rumah sakit.
  • Pengguna jasa pelayanan rumah sakit.
  • Para ahli, pakar dan lembaga yang dapat memberikan saran-saran.
  • Para pengusaha dan swasta yang dapat menyediakan sarana dan fasilitas yang diperlukan.
Upaya pengelolaan limbah rumah sakit telah dilaksanakan dengan menyiapkan perangkat lunaknya yang berupa peraturan-peraturan, pedoman-pedoman dan kebijakan-kebijakan yang mengatur pengelolaan dan peningkatan kesehatan di lingkungan rumah sakit. Di samping itu secara bertahap dan berkesinambungan Departemen Kesehatan mengupayakan instalasi pengelolaan limbah rumah sakit. Sehingga sampai saat ini sebagian rumah sakit pemerintah telah dilengkapi dengan fasilitas pengelolaan limbah, meskipun perlu untuk disempurnakan. Namun harus disadari bahwa pengelolaan limbah rumah sakit masih perlu ditingkatkan lagi (Barlin, 1995). 

1. Peranan Rumah Sakit Dalam Pengelolaan Limbah

Rumah sakit adalah sarana upaya kesehatan yang menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan yang meliputi pelayanan rawat jalan, rawat nginap, pelayanan gawat darurat, pelayanan medik dan non medik yang dalam melakukan proses kegiatan hasilnya dapat mempengaruhi lingkungan sosial, budaya dan dalam menyelenggarakan upaya dimaksud dapat mempergunakan teknologi yang diperkirakan mempunyai potensi besar terhadap lingkungan (Agustiani dkk, 1998).
Limbah yang dihasilkan rumah sakit dapat membahayakan kesehatan masyarakat, yaitu limbah berupa virus dan kuman yang berasal dan Laboratorium Virologi dan Mikrobiologi yang sampai saat ini belum ada alat penangkalnya sehingga sulit untuk dideteksi. Limbah cair dan Iimbah padat yang berasal dan rumah sakit dapat berfungsi sebagai media penyebaran gangguan atau penyakit bagi para petugas, penderita maupun masyarakat. Gangguan tersebut dapat berupa pencemaran udara, pencemaran air, tanah, pencemaran makanan dan minunian. Pencemaran tersebut merupakan agen agen kesehatan lingkungan yang dapat mempunyai dampak besar terhadap manusia (Agustiani dkk, 1998).
Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Pokok-Pokok Kesehatan menyebutkan bahwa setiap warga negara Indonesia berhak memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Oleh karena itu Pemerintah menyelenggarakan usaha-usaha dalam lapangan pencegahan dan pemberantasan penyakitpencegahan dan penanggulangan pencemaran, pemulihan kesehatan, penerangan dan pendidikan kesehatan pada rakyat dan lain sebagainya (Karmana dkk, 2003). Usaha peningkatan dan pemeliharaan kesehatan harus dilakukan secara terus menerus, sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan di bidang kesehatan, maka usaha pencegahan dan penanggulangan pencemaran diharapkan mengalami kemajuan. Adapun cara-cara pencegahan dan penanggulangan pencemaran limbah rumah sakit antara lain adalah melalui (Karmana dkk, 2003) :
  • Proses pengelolaan limbah padat rumah sakit.
  • Proses mencegah pencemaran makanan di rumah sakit.
Sarana pengolahan/pembuangan limbah cair rumah sakit pada dasarnya berfungsi menerima limbah cair yang berasal dari berbagai alat sanitair, menyalurkan melalui instalasi saluran pembuangan dalam gedung selanjutnya melalui instalasi saluran pembuangan di luar gedung menuju instalasi pengolahan buangan cair. Dari instalasi limbah, cairan yang sudah diolah mengalir saluran pembuangan ke perembesan tanah atau ke saluran pembuangan kota (Sabayang dkk, 1996). Limbah padat yang berasal dari bangsal-bangsal, dapur, kamar operasi dan lain sebagainya baik yang medis maupun non medis perlu dikelola sebaik-baiknya sehingga kesehatan petugas, penderita dan masyarakat di sekitar rumah sakit dapat terhindar dari kemungkinan-kemungkinan dampak pencemaran limbah rumah sakit tersebut (Sabayang dkk, 1996).

2. Potensi Pencemaran Limbah Rumah Sakit

Dalam profil kesehatan Indonesia, Departemen Kesehatan, 1997 diungkapkan seluruh RS di Indonesia berjumlah 1090 dengan 121.996 tempat tidur. Hasil kajian terhadap 100 RS di Jawa dan Bali menunjukkan bahwa rata-rata produksi sampah sebesar 3,2 Kg per tempat tidur per hari. Sedangkan produksi limbah cair sebesar 416,8 liter per tempat tidur per hari. Analisis lebih jauh menunjukkan, produksi sampah (limbah padat) berupa limbah domestik sebesar 76,8 persen dan berupa limbah infektius sebesar 23,2 persen. Diperkirakan secara nasional produksi sampah (limbah padat) RS sebesar 376.089 ton per hari dan produksi air limbah sebesar 48.985,70 ton per hari. Dari gambaran tersebut dapat dibayangkan betapa besar potensi RS untuk mencemari lingkungan dan kemungkinannya menimbulkan kecelakaan serta penularan penyakit (Sebayang dkk, 1996). Rumah sakit menghasilkan limbah dalam jumlah besar, beberapa diantaranya membahyakan kesehatan di lingkungannya. Di negara maju, jumlah limbah diperkirakan 0,5 - 0,6 kilogram per tempat tidur rumah sakit per hari (Sebayang dkk, 1996).
Sementara itu, Pemerintah Kota Jakarta Timur telah melayangkan teguran kepada 23 rumah sakit (RS) yang tidak mengindahkan surat peringatan mengenai keharusan memiliki instalasi pengolahan air limbah (IPAL). Berdasarkan data dari Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Jaktim yang diterima Pembaruan, dari 26 rumah sakit yang ada di Jaktim, hanya tiga rumah sakit saja yang memiliki IPAL dan bekerja dengan baik. Selebihnya, ada yang belum memiliki IPAL dan beberapa rumah sakit IPAL-nya dalam kondisi rusak berat (Sebayang dkk, 1996).Data tersebut juga menyebutkan, hanya sembilan rumah sakit saja yang memiliki incinerator. Alat tersebut, digunakan untuk membakar limbah padat berupa limbah sisa-sisa organ tubuh manusia yang tidak boleh dibuang begitu saja. Menurut Kepala BPLHD Jaktim, Surya Darma, pihaknya sudah menyampaikan surat edaran yang mengharuskan pihak rumah sakit melaporkan pengelolaan limbahnya setiap tiga bulan sekali. Sayangnya, sejak dilayangkannya surat edaran akhir September 2005 lalu, hanya tiga rumah sakit saja yang memberikan laporan. Menurut Surya, limbah rumah sakit, khususnya limbah medis yang infeksius, belum dikelola dengan baik. Sebagian besar pengelolaan limbah infeksius disamakan dengan limbah medis noninfeksius. Selain itu, kerap bercampur limbah medis dan nonmedis. Percampuran tersebut justru memperbesar permasalahan limbah medis. Padahal, limbah medis memerlukan pengelolaan khusus yang berbeda dengan limbah nonmedis. Yang termasuk limbah medis adalah limbah infeksius, limbah radiologi, limbah sitotoksis, dan limbah laboratorium. Pasalnya, tangki pembuangan seperti itu di Indonesia sebagian besar tidak memenuhi syarat sebagai tempat pembuangan limbah. Ironisnya, malah sebagian besar limbah rumah sakit dibuang ke tangki pembuangan seperti itu (Sebayang dkk, 1996).Sementara itu, Kepala Seksi Penyehatan Lingkungan Sudin Kesmas Jaktim menduga, buruknya pengelolaan limbah rumah sakit karena pengelolaan limbah belum menjadi syarat akreditasi rumah sakit. Sedangkan peraturan proses pembungkusan limbah padat yang diterbitkan Departemen Kesehatan pada 1992 pun sebagian besar tidak dijalankan dengan benar. Padahal setiap rumah sakit, selain harus memiliki IPAL, juga harus memiliki surat pernyataan pengelolaan lingkungan (SPPL) dan surat izin pengolahan limbah cair. Sementara limbah organ-organ manusia harus di bakar di incinerator. Persoalannya, harga incinerator itu cukup mahal sehingga tidak semua rumah sakit bisa memilikinya (Sebayang dkk, 1996).
Beberapa hal yang patut jadi pemikiran bagi pengelola rumah sakit, dan jadi penyebab tingginya tingkat penurunan kualitas lingkungan dari kegiatan rumah sakit antara lain disebabkan, kurangnya kepedulian manajemen terhadap pengelolaan lingkungan karena tidak memahami masalah teknis yang dapat diperoleh dari kegiatan pencegahan pencemaran, kurangnya komitmen pendanaan bagi upaya pengendalian pencemaran karena menganggap bahwa pengelolaan rumah sakit untuk menghasilkan uang bukan membuang uang mengurusi pencemaran, kurang memahami apa yang disebut produk usaha dan masih banyak lagi kekurangan lainnya (Sebayang dkk, 1996). Untuk itu, upaya-upaya yang harus dilakukan rumah sakit adalah, mulai dan membiasakan untuk mengidentifikasi dan memilah jenis limbah berdasarkan teknik pengelolaan (Limbah B3, infeksius, dapat digunapakai atau guna ulang). Meningkatkan pengelolaan dan pengawasan serta pengendalian terhadap pembelian dan penggunaan, pembuangan bahan kimia baik B3 maupun non B3. Memantau aliran obat mencakup pembelian dan persediaan serta meningkatkan pengetahuan karyawan terhadap pengelolaan lingkungan melalui pelatihan dengan materi pengolahan bahan, pencegahan pencemaran, pemeliharaan peralatan serta tindak gawat darurat (Sebayang dkk, 1996).

3. Jenis Limbah Rumah Sakit Dan Dampaknya Terhadap Kesehatan Serta Lingkungan

Limbah rumah Sakit adalah semua limbah yang dihasilkan oleh kegiatan rumah sakit dan kegiatan penunjang lainnya. Mengingat dampak yang mungkin timbul, maka diperlukan upaya pengelolaan yang baik meliputi pengelolaan sumber daya manusia, alat dan sarana, keuangan dan tatalaksana pengorganisasian yang ditetapkan dengan tujuan memperoleh kondisi rumah sakit yang memenuhi persyaratan kesehatan lingkungan (Said, 1999). Limbah rumah Sakit bisa mengandung bermacam-macam mikroorganisme bergantung pada jenis rumah sakit, tingkat pengolahan yang dilakukan sebelum dibuang. Limbah cair rumah sakit dapat mengandung bahan organik dan anorganik yang umumnya diukur dan parameter BOD, COD, TSS, dan lain-lain. Sedangkan limbah padat rumah sakit terdiri atas sampah mudah membusuk, sampah mudah terbakar, dan lain-lain. Limbah- limbah tersebut kemungkinan besar mengandung mikroorganisme patogen atau bahan kimia beracun berbahaya yang menyebabkan penyakit infeksi dan dapat tersebar ke lingkungan rumah sakit yang disebabkan oleh teknik pelayanan kesehatan yang kurang memadal, kesalahan penanganan bahan-bahan terkontaminasi dan peralatan, serta penyediaan dan pemeliharaan sarana sanitasi yang masib buruk (Said, 1999).
Pembuangan limbah yang berjumlah cukup besar ini paling baik jika dilakukan dengan memilah-milah limbah ke dalam pelbagai kategori. Untuk masing-masing jenis kategori diterapkan cara pembuangan limbah yang berbeda. Prinsip umum pembuangan limbah rumah sakit adalah sejauh mungkin menghindari resiko kontaminsai dan trauma (injury). jenis-jenis limbah rumah sakit meliputi bagian berikut ini (Shahib dan Djustiana, 1998) :
a. Limbah Klinik
Limbah dihasilkan selama pelayanan pasien secara rutin, pembedahan dan di unit-unit resiko tinggi. Limbah ini mungkin berbahaya dan mengakibatkan resiko tinggi infeksi kuman dan populasi umum dan staff rumah sakit. Oleh karena itu perlu diberi label yang jelas sebagai resiko tinggi. contoh limbah jenis tersebut ialah perban atau pembungkus yang kotor, cairan badan, anggota badan yang diamputasi, jarum-jarum dan semprit bekas, kantung urin dan produk darah.
b. Limbah Patologi
Limbah ini juga dianggap beresiko tinggi dan sebaiknya diotoklaf sebelum keluar dari unit patologi. Limbah tersebut harus diberi label biohazard.
c. Limbah Bukan Klinik
Limbah ini meliputi kertas-kertas pembungkus atau kantong dan plastik yang tidak berkontak dengan cairan badan. Meskipun tidak menimbulkan resiko sakit, limbah tersebut cukup merepotkan karena memerlukan tempat yang besar untuk mengangkut dan mambuangnya.
d. Limbah Dapur
Limbah ini mencakup sisa-sisa makanan dan air kotor. Berbagai serangga seperti kecoa, kutu dan hewan mengerat seperti tikus merupakan gangguan bagi staff maupun pasien di rumah sakit.
e. Limbah Radioaktif
Walaupun limbah ini tidak menimbulkan persoalan pengendalian infeksi di rumah sakit, pembuangannya secara aman perlu diatur dengan baik.

4. Pencegahan Pengolahan Limbah Pada Pelayanan Kesehatan

Pengolahan limbah pada dasarnya merupakan upaya mengurangi volume, konsentrasi atau bahaya limbah, setelah proses produksi atau kegiatan, melalui proses fisika, kimia atau hayati. Dalam pelaksanaan pengelolaan limbah, upaya pertama yang harus dilakukan adalah upaya preventif yaitu mengurangi volume bahaya limbah yang dikeluarkan ke lingkungan yang meliputi upaya mengunangi limbah pada sumbernya, serta upaya pemanfaatan limbah (Shahib, 1999). Program minimisasi limbah di Indonesia baru mulai digalakkan, bagi rumah sakit masih merupakan hal baru, yang tujuannya untuk mengurangi jumlah limbah dan pengolahan limbah yang masih mempunyainilai ekonomi (Shahib, 1999).
Berbagai upaya telah dipergunakan untuk mengungkapkan pilihan teknologi mana yang terbaik untuk pengolahan limbah, khususnya limbah berbahaya antara lain reduksi limbah (waste reduction), minimisasi limbah (waste minimization), pemberantasan limbah (waste abatement), pencegahan pencemaran (waste prevention) dan reduksi pada sumbemya (source reduction) (Hananto, 1999).
Reduksi limbah pada sumbernya merupakan upaya yang harus dilaksanakan pertama kali karena upaya ini bersifat preventif yaitu mencegah atau mengurangi terjadinya limbah yang keluar dan proses produksi. Reduksi limbah pada sumbernya adalah upaya mengurangi volume, konsentrasi, toksisitas dan tingkat bahaya limbah yang akan keluar ke lingkungan secara preventif langsung pada sumber pencemar, hal ini banyak memberikan keuntungan yakni meningkatkan efisiensi kegiatan serta mengurangi biaya pengolahan limbah dan pelaksanaannya relatif murah (Hananto, 1999). Berbagai cara yang digunakan untuk reduksi limbah pada sumbernya adalah (Arthono, 2000) :
  1. House Keeping yang baik, usaha ini dilakukan oleh rumah sakit dalam menjaga kebersihan lingkungan dengan mencegah terjadinya ceceran, tumpahan atau kebocoran bahan serta menangani limbah yang terjadi dengan sebaik mungkin.
  2. Segregasi aliran limbah, yakni memisahkan berbagai jenis aliran limbah menurut jenis komponen, konsentrasi atau keadaanya, sehingga dapat mempermudah, mengurangi volume, atau mengurangi biaya pengolahan limbah.
  3. Pelaksanaan preventive maintenance, yakni pemeliharaan/penggantian alat atau bagian alat menurut waktu yang telah dijadwalkan.
  4. Pengelolaan bahan (material inventory), adalah suatu upaya agar persediaan bahan selalu cukup untuk menjamin kelancaran proses kegiatan, tetapi tidak berlebihan sehiugga tidak menimbulkan gangguan lingkungan, sedangkan penyimpanan agar tetap rapi dan terkontrol.
  5. Pengaturan kondisi proses dan operasi yang baik: sesuai dengan petunjuk pengoperasian/penggunaan alat dapat meningkatkan efisiensi.
  6. Penggunaan teknologi bersih yakni pemilikan teknologi proses kegiatan yang kurang potensi untuk mengeluarkan limbah B3 dengan efisiensi yang cukup tinggi, sebaiknya dilakukan pada saat pengembangan rumah sakit baru atau penggantian sebagian unitnya.
Kebijakan kodifikasi penggunaan warna untuk memilah-milah limbah di seluruh rumah sakit harus memiliki warna yang sesuai, sehingga limbah dapat dipisah-pisahkan di tempat sumbernya, perlu memperhatikan hal-hal berikut (Haryanto, 2001) :
  1. Bangsal harus memiliki dua macam tempat limbah dengan dua warna, satu untuk limbah klinik dan yang lain untuk bukan klinik.
  2. Semua limbah dari kamar operasi dianggap sebagai limbah klinik.
  3. Limbah dari kantor, biasanya berupa alat-alat tulis, dianggap sebagai limbah klinik.
  4. Semua limbah yang keluar dari unit patologi harus dianggap sebagai limbah klinik dan perlu dinyatakan aman sebelum dibuang.
Beberapa hal perlu dipertimbangkan dalam merumuskan kebijakan kodifikasi dengan warna yang menyangkut hal-hal berikut (Sundana, 2000) :
1. Pemisahan limbah
  • Limbah harus dipisahkan dari sumbernya
  • Semua limbahberesiko tinggi hendaknya diberi label jelas
  • Perlu digunakan kantung plastik dengan warna-warna yang berbeda, yang menunjukkan ke mana plastik harus diangkut untuk insinerasi atau dibuang. Di beberapa negara, kantung plastik cukup mahal sehingga sebagai ganti dapat digunakan kantung kertas yang tahan bocor (dibuat secara lokal sehingga dapat diperoleh dengan mudah). Kantung kertas ini dapat ditempeli dengan strip berwarna, kemudian ditempatkan di tong dengan kode warna dibangsal dan unit-unit lain
2. Penyimpanan limbah
  • Kantung-kantung dengan warna harus dibuang jika telah berisi 2/3 bagian. Kemudian diikat bagian atasnya dan diberi label yang jelas
  • Kantung harus diangkut dengan memegang lehernya, sehingga kalau dibawa mengayun menjauhi badan, dan diletakkan di tempat-tempat tertentu untuk dikumpulkan
  • Petugas pengumpul limbah harus memastikan kantung-kantung dengan warna yang samatelah dijadikan satu dan dikirim ke tempat yang sesuai
  • Kantung harus disimpan di kotak-kotak yang kedap terhadap kutu dan hewan perusak sebelum diangkut ke tempat pembuangannya
3. Penanganan limbah
  • Kantung-kantung dengan kode warna hanya boleh diangkut bila telah ditutup
  • Kantung dipegang pada lehernya
  • Petugas harus mengenakan pakaian pelindung, misalnya dengan memakai sarung tangan yang kuat dan pakaian terusan (overal), pada waktu mengangkut kantong tersebut
  • Jika terjadi kontaminasi diluar kantung diperlukan kantung baru yang bersih untuk membungkus kantung baru yang kotor tersebut seisinya (double bagging)
  • Petugas diharuskan melapor jika menemukan benda-benda tajam yang dapat mencederainya di dalma kantung yang salah
  • Tidak ada seorang pun yang boleh memasukkan tangannya kedalam kantung limbah
4. Pengangkutan limbah
Kantung limbah dikumpulkan dan seklaigus dipisahkan menurut kode warnanya. Limbah bagian bukan klinik misalnya dibawa ke kompaktor, limbah bagian klinik dibawa ke insinerator. Pengankutan dengan kendaran khusus (mungkin ada kerjasama dengan Dinas Pekerjaan Umum) kendaraan yang digunakan untuk mengankut limbah tersebut sebaiknya dikosongkan dan dibersihkan tiap hari, kalau perlu (misalnya bila ada kebocoran kantung limbah) dibersihkan dengan menggunakan larutan klorin.
5. Pembuangan limbah
Setelah dimanfaatkan dengan kompaktor, limbah bukan klinik dapat dibuang ditempat penimbunan sampah (land-fill site), limbah klinik harus dibakar (insinerasi), jika tidak mungkin harus ditimbun dengan kapur dan ditanam limbah dapur sebaiknya dibuang pada hari yang sama sehingga tidak sampai membusuk.
Kemudian mengenai limbah gas, upaya pengelolaannya lebih sederhana dibanding dengan limbah cair, pengelolaan limbah gas tidak dapat terlepas dari upaya penyehatan ruangan dan bangunan khususnya dalam memelihara kualitas udara ruangan (indoor) yang antara lain disyaratkan agar (Agustiani dkk, 2000) :
  • Tidak berbau (terutania oleh gas H2S dan Anioniak);
  • Kadar debu tidak melampaui 150 Ug/m3 dalam pengukuran rata-rata selama 24 jam.
  • Angka kuman. Ruang operasi : kurang dan 350 kalori/m3 udara dan bebas kuman padao gen (khususnya alpha streptococus haemoliticus) dan spora gas gangrer. Ruang perawatan dan isolasi : kurang dan 700 kalorilm3 udara dan bebas kuman patogen. Kadar gas dan bahan berbahaya dalam udara tidak melebihi konsentrasi maksimum yang telah ditentukan.
Rumah sakit yang besar mungkin mampu membeli insinerator sendiri. insinerator berukuran kecil atau menengah dapat membakar pada suhu 1300 - 1500o C atau lebih tinggi dan mungkin dapat mendaur ulang sampai 60% panas yang dihasilkan untuk kebutuhan energi rumah sakit. Suatu rumah sakit dapat pula memperoleh penghasilan tambahan dengan melayani insinerasi limbah rumah sakityang berasal dari rumah sakitlain. Insinerator modern yang baik tentu saja memiliki beberapa keuntungan antara lain kemampuannya menampung limbah klinik maupun bukan klinik, termasuk benda tajam dan produk farmasi yang tidak terpakai (Rostiyanti dan Sulaiman, 2001).
Jika fasilitas insinerasi tidak tersedia, limbah klinik dapat ditimbun dengan kapur dan ditanam. Langkah-langkah pengapuran (liming) tersebut meliputi yang berikut (Djoko, 2001) :
  • Menggali lubang, dengan kedalaman sekitar 2,5 meter.
  • Tebarkan limbah klinik didasar lubang sampai setinggi 75 cm.
  • Tambahkan lapisan kapur.
  • Lapisan limbah yang ditimbun lapisan kapur masih bisa ditambahkan sampai ketinggian 0,5 meter dibawah permukaan tanah.
  • Akhirnya lubang tersebut harus dituutup dengan tanah.
5. Ozonisasi Pengolahan Limbah Medis

Limbah cair yang dihasilkan dari sebuah rumah sakitumumnya banyak mengandung bakteri, virus, senyawa kimia, dan obat-obatan yang dapat membahayakan bagi kesehatan masyarakat sekitar rumah sakittersebut. Dari sekian banyak sumber limbah di rumah sakit, limbah dari laboratorium paling perlu diwaspadai. Bahan-bahan kimia yang digunakan dalam proses uji laboratorium tidak bisa diurai hanya dengan aerasi atau activated sludge. Bahan-bahan itu mengandung logam berat dan inveksikus, sehingga harus disterilisasi atau dinormalkan sebelum "dilempar" menjadi limbah tak berbahaya. Untuk foto rontgen misalnya, ada cairan tertentu yang mengandung radioaktif yang cukup berbahaya. Setelah bahan ini digunakan. limbahnya dibuang (Suparmin dkk, 2002).

6. Teknologi Pengolahan Limbah

Teknologi pengolahan limbah medis yang sekarang jamak dioperasikan hanya berkisar antara masalah tangki septik dan insinerator. Keduanya sekarang terbukti memiliki nilai negatif besar. Tangki septik banyak dipersoalkan lantaran rembesan air dari tangki yang dikhawatirkan dapat mencemari tanah. Terkadang ada beberapa rumah sakit yang membuang hasil akhir dari tangki septik tersebut langsung ke sungai-sungai, sehingga dapat dipastikan sungai tersebut mulai mengandung zat medis (Suparmin dkk, 2002).
Sedangkan insinerator, yang menerapkan teknik pembakaran pada sampah medis, juga bukan berarti tanpa cacat. Badan Perlindungan Lingkungan AS menemukan teknik insenerasi merupakan sumber utama zat dioksin yang sangat beracun. Penelitian terakhir menunjukkan zat dioksin inilah yang menjadi pemicu tumbuhnya kanker pada tubuh (Suparmin dkk, 2002). Yang sangat menarik dari permasalahan ini adalah ditemukannya teknologi pengolahan limbah dengan metode ozonisasi. Salah satu metode sterilisasi limbah cair rumah sakit yang direkomendasikan United States Environmental Protection Agency (USEPA) pada tahun 1999. Teknologi ini sebenarnya dapat juga diterapkan untuk mengelola limbah pabrik tekstil, cat, kulit, dan lain-lain (Christiani, 2002).
1.7.1. Ozonisasi
Proses ozonisasi telah dikenal lebih dari seratus tahun yang lalu. Proses ozonisasi atau proses dengan menggunakan ozon pertama kali diperkenalkan Nies dari Prancis sebagai metode sterilisasi pada air minum pada tahun 1906. Penggunaan proses ozonisasi kemudian berkembang sangat pesat. Dalam kurun waktu kurang dari 20 tahun terdapat kurang lebih 300 lokasi pengolahan air minum menggunakan ozonisasi untuk proses sterilisasinya di Amerika (Berlanga, 1998).
Dewasa ini, metode ozonisasi mulai banyak dipergunakan untuk sterilisasi bahan makanan, pencucian peralatan kedokteran, hingga sterilisasi udara pada ruangan kerja di perkantoran. Luasnya penggunaan ozon ini tidak terlepas dari sifat ozon yang dikenal memiliki sifat radikal (mudah bereaksi dengan senyawa disekitarnya) serta memiliki oksidasi potential 2.07 V. Selain itu, ozon telah dapat dengan mudah dibuat dengan menggunakan plasma seperti corona discharge (Berlanga, 1998). Melalui proses oksidasinya pula ozon mampu membunuh berbagai macam mikroorganisma seperti bakteri Escherichia coli, Salmonella enteriditis, Hepatitis A Virus serta berbagai mikroorganisma patogen lainnya (Crites, 1998). Melalui proses oksidasi langsung ozon akan merusak dinding bagian luar sel mikroorganisma (cell lysis) sekaligus membunuhnya. Juga melalui proses oksidasi oleh radikal bebas seperti hydrogen peroxy (HO2) dan hydroxyl radical (OH) yang terbentuk ketika ozon terurai dalam air. Seiring dengan perkembangan teknologi, dewasa ini ozon mulai banyak diaplikasikan dalam mengolah limbah cair domestik dan industri (Akers, 1993).
1.7.2. Ozonisasi Limbah cair rumah sakit
Limbah cair yang berasal dari berbagai kegiatan laboratorium, dapur, laundry, toilet, dan lain sebagainya dikumpulkan pada sebuah kolam equalisasi lalu dipompakan ke tangki reaktor untuk dicampurkan dengan gas ozon. Gas ozon yang masuk dalam tangki reaktor bereaksi mengoksidasi senyawa organik dan membunuh bakteri patogen pada limbah cair (Harper, 1986).
Limbah cair yang sudah teroksidasi kemudian dialirkan ke tangki koagulasi untuk dicampurkan koagulan. Lantas proses sedimentasi pada tangki berikutnya. Pada proses ini, polutan mikro, logam berat dan lain-lain sisa hasil proses oksidasi dalam tangki reaktor dapat diendapkan (Harper, 1986).
Selanjutnya dilakukan proses penyaringan pada tangki filtrasi. Pada tangki ini terjadi proses adsorpsi, yaitu proses penyerapan zat-zat pollutan yang terlewatkan pada proses koagulasi. Zat-zat polutan akan dihilangkan permukaan karbon aktif. Apabila seluruh permukaan karbon aktif ini sudah jenuh, atau tidak mampu lagi menyerap maka proses penyerapan akan berhenti, dan pada saat ini karbon aktif harus diganti dengan karbon aktif baru atau didaur ulang dengan cara dicuci. Air yang keluar dari filter karbon aktif untuk selanjutnya dapat dibuang dengan aman ke sungai (Harper, 1986).
Ozon akan larut dalam air untuk menghasilkan hidroksil radikal (-OH), sebuah radikal bebas yang memiliki potential oksidasi yang sangat tinggi (2.8 V), jauh melebihi ozon (1.7 V) dan chlorine (1.36 V). Hidroksil radikal adalah bahan oksidator yang dapat mengoksidasi berbagai senyawa organik (fenol, pestisida, atrazine, TNT, dan sebagainya). Sebagai contoh, fenol yang teroksidasi oleh hidroksil radikalakan berubah menjadi hydroquinone, resorcinol, cathecol untuk kemudian teroksidasi kembali menjadi asam oxalic dan asam formic, senyawa organik asam yang lebih kecil yang mudah teroksidasi dengan kandungan oksigen yang di sekitarnya. Sebagai hasil akhir dari proses oksidasi hanya akan didapatkan karbon dioksida dan air (Harper, 1986). Hidroksil radikal berkekuatan untuk mengoksidasi senyawa organik juga dapat dipergunakan dalam proses sterilisasi berbagai jenis mikroorganisma, menghilangkan bau, dan menghilangkan warna pada limbah cair. Dengan demikian akan dapat mengoksidasi senyawa organik serta membunuh bakteri patogen, yang banyak terkandung dalam limbah cair rumah sakit (Wilson, 1986). Pada saringan karbon aktif akan terjadi proses adsorpsi, yaitu proses penyerapan zat-zat yang akan diserap oleh permukaan karbon aktif. Apabila seluruh permukaan karbon aktif ini sudah jenuh, proses penyerapan akan berhenti. Maka, karbon aktif harus diganti baru atau didaur ulang dengan cara dicuci (Wilson, 1986).
Dalam aplikasi sistem ozonisasi sering dikombinasikan dengan lampu ultraviolet atau hidrogen peroksida.Dengan melakukan kombinasi ini akan didapatkan dengan mudah hidroksil radikal dalam air yang sangat dibutuhkan dalam proses oksidasi senyawa organik. Teknologi oksidasi ini tidak hanya dapat menguraikan senyawa kimia beracun yang berada dalam air, tapi juga sekaligus menghilangkannya sehingga limbah padat (sludge) dapat diminimalisasi hingga mendekati 100%. Dengan pemanfaatan sistem ozonisasi ini dapat pihak rumah sakittidak hanya dapat mengolah limbahnya tapi juga akan dapat menggunakan kembali air limbah yang telah terproses (daur ulang). Teknologi ini, selain efisiensi waktu juga cukup ekonomis, karena tidak memerlukan tempat instalasi yang luas (Wilson, 1986).

Kegiatan rumah sakit yang sangat kompleks tidak saja memberikan dampak positif bagi masyarakat sekitarnya, tetapi juga mungkin dampak negatif. Dampak negatif itu berupa cemaran akibat proses kegiatan maupun limbah yang dibuang tanpa pengelolaan yang benar. Pengelolaan limbah rumah sakityang tidak baik akan memicu resiko terjadinya kecelakaan kerja dan penularan penyakit darin pasien ke pekerja, dari pasien ke pasien dari pekerja ke pasien maupun dari dan kepada masyarakat pengunjung rumah sakit. Oleh sebab itu untuk menjamin keselamatan dan kesehatan tenaga kerja maupun orang lain yang berada di lingkungan rumah sakit dana sekitarnya, perlu penerapan kebijakan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja, dengan melaksanakan kegiatan pengelolaan dan monitoring limbah rumah sakitsebagai salah astu indikator penting yang perlu diperhatikan. Rumah sakit sebagai institusi yang sosioekonomis karena tugasnya memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat, tidak terlepas dari tanggung jawab pengelolaan limbah yang dihasilkan (Wilson, 1986).