KONSEP DASAR STBM
Apakah STBM itu?
STBM adalah pendekatan untuk merubah
perilaku higiene dan sanitasi melalui pemberdayaan masyarakat dengan metode
pemicuan.
STBM terdiri dari 5 pilar:
- Stop buang air besar sembarangan;
- Cuci tangan pakai sabun;
- Pengelolaan air minum/makanan rumah tangga;
- Pengelolaan sampah rumah tangga;
- Pengelolaan limbah cair rumah tangga.
Program nasional STBM dikhususkan
untuk skala rumah tangga, sehingga program ini adalah program yang berbasis
masyarakat, dan tanpa memberikan subsidi sama sekali bagi rumah tangga.
Kata kunci untuk STBM:
- sanitasi total
- berbasis masyarakat
- skala rumah tangga
- metode pemicuan
- monitoring partisipatif
Apakah STBM itu sebuah proyek?
Bukan. STBM adalah program nasional.
Ada banyak proyek/donor/NGO yang melaksanakan program STBM.
Apakah beda proyek dan program?
Proyek:
- Proyek pemerintah biasanya memiliki satu donor;
- Memiliki batas waktu pelaksanaan/bersifat sementara dan non rutin;
- Dilakukan oleh satu institusi/lembaga.
Program:
- Memiliki waktu pelaksanaan relatif lebih panjang (sesuai dengan perencanaan pemerintah);
- Tidak tergantung oleh satu donor;
- Dilakukan oleh banyak pihak (proyek, donor, LSM/NGO, swasta, dll)dalam waktu bersamaan.
Proyek yang ikut melaksanakan STBM:
- WSLIC2 (Water and Sanitation for Low Income Communities);
- Pamsimas (Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat);
- CWSHP (Community Water Services and Health Project);
- TSSM (Total Sanitation & Sanitation Marketing);
- ICWRMIP (Integrated Citarum Water Resources Management Investment Project);
- dll
Donor terkait:
- World Bank;
- Bill Gates Foundation;
- Kedutaan Besar Kerajaan Belanda;
- dll
Swasta:
- Unilever;
- PT Tanshia Consumer Products;
- dll.
LSM/NGO/UN:
- WES Unicef;
- Plan Indonesia;
- Yayasan Dian Desa;
- CD Bethesda;
- Yayasan Rumsram;
- IUWASH – USAID;
- High Five – USAID;
- dll.
Apakah STBM dan CLTS sama?
STBM tidak sama dengan CLTS.
Apakah STBM adalah istilah bahasa
Indonesia dari CLTS?
STBM bukan istilah bahasa
Indonesia dari CLTS.
Apakah CLTS adalah pilar pertama
STBM?
CLTS bukan pilar 1 STBM.
Pilar pertama STBM adalah Stop Buang
Air Besar Sembarangan (Stop BABS).
Apakah perbedaan STBM dan CLTS?
STBM:
- Singkatan dari Sanitasi Total Berbasis Masyarakat;
- Terdiri dari 5 pilar (Stop Buang Air Besar Sembarangan/ Stop BABS, Cuci Tangan Pakai Sabun/ CTPS, Pengelolaan Air Minum Rumah Tangga/ PAM-RT, Pengelolaan Sampah Rumah Tangga, Pengelolaan Air Limbah Rumah Tangga).
CLTS:
- Singkatan dari Community Led Total Sanitation;
- Sasaran CLTS hanya satu yaitu ODF (Open Defecation Free);
CLTS merupakan gerakan yang dipimpin
oleh masyarakat, menggunakan metode pemicuan.
STBM menggunakan metode yang
digunakan di CLTS, dengan materi yang berbeda.
Apakah pengertian total sanitasi /
sanitasi total di CLTS sama dengan di STBM?
Tidak sama.
Di STBM, sanitasi total yang
dimaksud (sesuai Kepmenkes No 852/Menkes/SK/IX/2008 tentang Strategi Nasional STBM) adalah kondisi ketika suatu komunitas:
- Tidak buang air besar (BAB) sembarangan;
- Mencuci tangan pakai sabun;
- Mengelola air minum dan makanan yang aman;
- Mengelola sampah dengan benar;
- Mengelola limbah cair rumah tangga dengan aman.
Di CLTS, sanitasi total yang
dimaksud adalah terkait community-led. Artinya, semua komponen
masyarakat terlibat dalam setiap tahapan kegiatan, mulai dari perencanaan,
pelaksanaan, sampai dengan monitoring dan evaluasi.
Bagaimana STBM bisa didanai di
daerah?
Ada berbagai sumber dana,
diantaranya:
- APBD
- BOK
- CSR
- Proyek terkait (PNPM, Pamsimas, CWSHP, WSLIC-2)
- LSM/NGO
- dll
Bagaimana mengintegrasikan berbagai
pelaku STBM di daerah?
Koordinasi di daerah ada di tangan
Bappeda. Namun saat ini ada banyak keuntungan yang didapatkan jika yang
melakukan koordinasi adalah Pokja AMPL daerah.
PEMICUAN
Apakah pemicuan di STBM sama dengan
di CLTS?
Berbeda.
CLTS memicu menuju ODF.
STBM memicu menuju sanitasi total
yaitu di 5 pilar sesuai Kepmenkes No 852/Menkes/SK/IX/2008 tentang Strategi Nasional STBM. Sanitasi total yang dimaksud adalah adalah kondisi
ketika suatu komunitas:
- Tidak buang air besar (BAB) sembarangan.
- Mencuci tangan pakai sabun.
- Mengelola air minum dan makanan yang aman.
- Mengelola sampah dengan benar.
- Mengelola limbah cair rumah tangga dengan aman.
PILAR 1. STOP BABS
Apakah kondisi Stop BABS / ODF itu
tiap rumah harus punya jamban?
Tidak harus.
Seseorang bisa Stop BABS tanpa memiliki
jamban. Yang menjadi fokus adalah perubahan perilaku, bukan pembangunan sarana
fisik.
Bagaimana konstruksi jamban di
lokasi-lokasi sulit?
Kita sebagai fasilitator tidak
membawa solusi untuk masyarakat. Masyarakat sendiri yang tahu solusinya.
Kata kunci jamban sehat adalah
“AMANâ€.
- Aman ketika tinja tidak mencemari sumber air;
- Aman ketika tinja tidak terjamah lalat (tertutup);
- Aman ketika orang yang menggunakan jamban itu tidak kejeblok/jatuh/terpeleset (konstruksi kuat);
- Aman ketika orang yang menggunakan tidak merasa khawatir diintip orang lain.
PILAR 2. CTPS
Adakah saran-saran / fakta terkait
Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) yang jarang diketahui?
Ada beberapa:
- Sabun dalam CTPS berfungsi bukan untuk mematikan kuman, namun untuk melarutkan/melunturkan kuman yang ada di tangan sehingga dapat digelontor oleh air.(Sumber: Artikel CTPS 1);
- Ketika mencuci tangan di tempat umum, keringkan tangan dengan tisu /sapu tangan /lap bersih, hindari mesin hand drier karena biasanya jarang dibersihkan sehingga mengandung kuman. (Sumber: Artikel CTPS 2)
Apa saja keuntungan perilaku Cuci
Tangan Pakai Sabun (CTPS)?
Diare dan ISPA dilaporkan telah
membunuh 4 juta anak setiap tahun di Negara-Negara berkembang.
Anak-anak yang tumbuh di daerah
miskin berisiko meninggal 10 kali lebih besar dari pada mereka yang tinggal di
daerah kaya.
Tangan merupakan pembawa utama kuman
penyakit, dan praktik CTPS dapat mencegah 1 juta kematian tersebut di atas.
Praktik CTPS setelah ke jamban atau
menceboki anak, dan sebelum menjamah makanan dapat menurunkan hampir separuh
kasus diare, dan sekitar seperempat kasus ISPA. Paraktik CTPS juga dapat
mencegah infeksi kulit, mata, dan orang dengan HIV/AIDS.
Mengapa tidak cukup hanya dengan
mencuci tangan saja?
Mencuci tangan dengan air saja tidak
cukup.
Penggunaan sabun selain membantu
singkatnya waktu cuci tangan, dengan menggosok jemari dengan sabun
menghilangkan kuman yang tidak tampak minyak/ lemak/ kotoran di permukaan kulit,
serta meninggalkan bau wangi.
Perpaduan kebersihan, bau wangi dan
perasaan segar merupakan hal positif yang di peroleh setelah menggunakan sabun.
Kapan waktu terpenting seseorang
harus melakukan CTPS?
Di Indonesia diperkenalkan 5 waktu
penting:
- Setelah buang air besar (BAB);
- Setelah membersihkan anak yang buang air besar (BAB);
- Sebelum menyiapkan makanan;
- Sebelum makan;
- Setelah memegang/menyentuh hewan.
Bagaimana cara CTPS yang benar?
Praktik CTPS yang benar memerlukan
sabun dan sedikit air mengalir.
Air mengalir dari kran bukan
keharusan yang penting air mengalir dari sebuah wadah bisa berupa botol,
kaleng, ember tinggi, gentong, jerigen atau gayung.
Tangan yang basah disabuni,
digosok-gosok bagian telapak maupun punggungnya, terutama di bawah kuku minimal
20 detik. Bilas dengan air mengalir dan keringkan dengan air bersih atau kain,
kibas-kibaskan di udara.
Cara termudah untuk waktu 20 detik
adalah mencari lagu favorit anak yang dapat dinyanyikan dalam 20 detik.
Misalnya lagu “Happy Birthday†dinyanyikan 2 kali.
Apakah sabun anti bakteri lebih baik
dalam memutuskan rantai penyebab penyakit dari pada sabun biasa?
Dengan penggunaan yang tepat, semua
jenis sabun efektif dalam membantu melunturkan kotoran/kuman (penyebab
diare dan Infeksi Saluran Pernapasan Atas) dari tangan.
Bagaimana dengan mereka yang tidak
memiliki akses terhadap sabun?
Ketiadaan sabun bukan suatu
penghalang praktik CTPS di rumah. Hasil penelitian menunjukkan sabun telah
dapat di jangkau oleh lebih dari 90% rumah tangga di Indonesia.
Masalahnya tidak semua menggunakan
sabun tersebut untuk mencuci tangan. Mencuci pakaian, mandi dan mencuci
peralatan makan merupakan prioritas utama pengguna sabun rumah tangga.
Dapatkah CTPS diterapkan untuk
membuat perubahan pada daerah kumuh terkontaminasi?
Ya, sebuah penelitian di Karachi,
Pakistan, menemukan bahwa anak-anak yang tinggal di daerah kumuh
terkontaminasi, yang mendapatkan pemahaman pentingnya CTPS, 50% lebih sedikit
terkena diare atau pneumonia daripada mereka yang tidak mendapatkan
pemahaman CTPS.
Jika seseorang telah paham
pentingnya CTPS, apakah mereka otomatis mempraktikkannya?
Tidak, kenyataan yang menunjukakn
bahwa pengenalan pentingnya CTPS di Indonesia telah dimulai sejak tahun 80-an,
namun survey perilaku CTPS di Indonesia terhadap 5 waktu penting CTPS
menunjukkan hasil yang sangat rendah yaitu:
- 12% setelah ke jamban;
- 9% setelah menceboki anak;
- 14% sebelum makan;
- 7% sebelum memberi makan anak; dan hanya
- 6% sebelum menyiapkan makan.
Penyampaian pesan harus dilakukan
berulang kali agar pemahaman dapat saja sejalan dengan praktik perilaku
tersebut.
Apakah masalah kurangnya praktik
CTPS hanya dihadapi di negara-negara berkembang?
Tidak.
Negara-negara maju pun yang
ketersediaan sabun dan air mengalir bukan suatu masalah juga sering lupa
mempraktikkan CTPS ini.
Bagaimana Anda mengubah kebiasaan
orang lain?
Para praktisi di bidang kebersihan,
air dan sanitasi, serta produsen sabun telah banyak mempelajari hal yang
berfungsi baik dan hal yang tidak berfungsi baik dalam mengubah kebiasaan dan
perilaku.
Yang tidak berfungsi baik adalah
pelaksanaan sebatas top-down, solusi teknologi, maupun kampanye dengan
komunikasi satu arah untuk penyampaian pesan-pesan edukasi kesehatan.
Yang berfungsi baik adalah
pendekatan social marketing.
Pendekatan baru ini menekankan pada
kajian mendalam tentang ketertarikan, kebutuhan, dan motivasi berbagai pihak di
masyarakat. Pendekatan ini juga menggunakan berbagai jenis media massa maupun
komunikasi interpersonal untuk menjangkau kelompok sasarannya, dan melibatkan
masyarakat secara aktif.
Apakah itu kemitraan pemerintah
swasta untuk cuci tangan pakai sabun (KPS-CTPS)?
KPS-CTPS adalah kemitraan dari
berbagai pemangku kepentingan yang berkomitmen pada peningkatan praktik CTPS di
Indonesia.
Dikukuhkan pada tahun 2007, KPS-CTPS
di Indonesia saat ini memiliki Core Group yang terdiri dari Kementrian
Kesehatan RI, Bappenas, USAID, WSP, Unicef, Unilever, WFP dan Reckitt
Benckiser.
Tujuan KPS-CTSP adalah untuk
mempercepat proses penyampaian pesan CTPS keseluruh wilayah tanah air dalam
rangka mendukung pemerintah untuk menurunkan pneumonia dan penyakit
menular langsung lainnya, melalui mekanisme kemitraan.
Siapakah yang menjadi kelompok
sasaran utama perubahan perilaku CTPS?
Di Indonesia, kelompok sasaran utama
CTPS adalah para ibu yang memiliki balita atau para pengasuh pengganti ibu
seperti nenek, tante, baby sitter maupun pembantu.
Anak sekolah, suami maupun ayah
adalah kelompok sekunder yang tidak kalah pentingnya dalam keberhasilan
penyampaian pesan CTPS.
Siapa saja yang dapat membantu
mempromosikan praktik CTPS?
Setiap orang dapat membantu
mempromosikan CTPS.
Komitmen pemerintah pusat dan
pemerintah daerah sangat penting untuk meningkatkan keterlibatan dan menjalin
kerjasama dengan, legislatif, lembaga swadaya masyarakat, media, pemimpin
agama, kelompok masyarakat, sekolah, dunia usaha dan pemangku kepentingan
lainnya dalam kegiatan mempromosikan CTPS.